Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cerita Waria dan Bass Betotnya

Nenek Tisha menghitung hasil mengamen dengan bass betot di kawasan Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Bass betot memiliki tiga senar yang terbuat dari karet dan berbentuk persegi. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Nenek Tisha menghitung hasil mengamen dengan bass betot di kawasan Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Bass betot memiliki tiga senar yang terbuat dari karet dan berbentuk persegi. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

20 Februari 2013 00:00 WIB

Seorang waria, Nenek Tisha, menunjukan giginya yang telah rapuh di kawasan Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Nenek Tisha biasanya memainkan bass betot keluar masuk kampung untuk menghibur warga. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Seorang waria, Nenek Tisha, menunjukan giginya yang telah rapuh di kawasan Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Nenek Tisha biasanya memainkan bass betot keluar masuk kampung untuk menghibur warga. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

20 Februari 2013 00:00 WIB

Nenek Tisha menerima uang usai memainkan bass betot, Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Jumlah waria di Indonesia sekitar 7 juta dan setiap tahun diperkirakan terus meningkat serta keberadaannya masih dipandang sebelah mata oleh pemeritah. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Nenek Tisha menerima uang usai memainkan bass betot, Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Jumlah waria di Indonesia sekitar 7 juta dan setiap tahun diperkirakan terus meningkat serta keberadaannya masih dipandang sebelah mata oleh pemeritah. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

20 Februari 2013 00:00 WIB

Nenek Tisha (kiri) serta ayu memainkan bass betot di depan para warga Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Bass betot memiliki tiga senar yang terbuat dari karet dan berbentuk persegi.TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Nenek Tisha (kiri) serta ayu memainkan bass betot di depan para warga Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Bass betot memiliki tiga senar yang terbuat dari karet dan berbentuk persegi.TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

20 Februari 2013 00:00 WIB

Nenek Tisha serta Ayu memainkan bess betot di depan para warga Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Nenek Tisha dan Ayu keluar masuk kampung untuk menghibur warga menggunakan bass  betotnya. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Nenek Tisha serta Ayu memainkan bess betot di depan para warga Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Nenek Tisha dan Ayu keluar masuk kampung untuk menghibur warga menggunakan bass betotnya. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

20 Februari 2013 00:00 WIB

Nenek Tisha serta Ayu keluar masuk kampung untuk memainkan bass betot, di Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Jumlah waria di Indonesia sekitar 7 juta dan setiap tahun diperkirakan terus meningkat serta keberadaannya masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Nenek Tisha serta Ayu keluar masuk kampung untuk memainkan bass betot, di Curug Sangereng, Kabupaten Tangerang, Selasa (19/2). Jumlah waria di Indonesia sekitar 7 juta dan setiap tahun diperkirakan terus meningkat serta keberadaannya masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

20 Februari 2013 00:00 WIB