Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sempat Ditutup, Pesantren Transgender Al-Fatah Bergeliat Lagi

Shinta Ratri (56 tahun), pemilik pondok pesantren untuk wanita transgender, Al-Fatah, berdoa di Yogyakarta, 23 September 2018. Shinta mendirikan pesantren ini pada 2008, pascagempa bumi Yogyakarta pada 2006. REUTERS/Kanupriya Kapoor
Shinta Ratri (56 tahun), pemilik pondok pesantren untuk wanita transgender, Al-Fatah, berdoa di Yogyakarta, 23 September 2018. Shinta mendirikan pesantren ini pada 2008, pascagempa bumi Yogyakarta pada 2006. REUTERS/Kanupriya Kapoor

16 Oktober 2018 00:00 WIB

Santri transgender mengambil wudu sebelum salat di Pesantren Al-Fatah, Yogyakarta, 23 September 2018. Pesantren ini pernah tutup selama berbulan-bulan setelah mendapat ancaman dari beberapa kelompok konservatif pada 2016. REUTERS/Kanupriya Kapoor
Santri transgender mengambil wudu sebelum salat di Pesantren Al-Fatah, Yogyakarta, 23 September 2018. Pesantren ini pernah tutup selama berbulan-bulan setelah mendapat ancaman dari beberapa kelompok konservatif pada 2016. REUTERS/Kanupriya Kapoor

16 Oktober 2018 00:00 WIB

Yuni Shara (51 tahun), wanita transgender, mengenakan sarung sebelum berdoa di sebuah pesantren untuk wanita transgender di Yogyakarta, 23 September 2018. Ia menjadi saksi dari intimidasi terhadap pesantren ini oleh kelompok konservatif, dua tahun lalu. REUTERS/Kanupriya Kapoor
Yuni Shara (51 tahun), wanita transgender, mengenakan sarung sebelum berdoa di sebuah pesantren untuk wanita transgender di Yogyakarta, 23 September 2018. Ia menjadi saksi dari intimidasi terhadap pesantren ini oleh kelompok konservatif, dua tahun lalu. REUTERS/Kanupriya Kapoor

16 Oktober 2018 00:00 WIB

Santri transgender mendengarkan Ustad Arif Nuh Safri (tengah) saat memimpin sesi belajar Al-Quran di Yogyakarta, 23 September 2018. Bagi Ustad Arif, merangkul waria adalah bagian dari tugasnya. REUTERS/Kanupriya Kapoor
Santri transgender mendengarkan Ustad Arif Nuh Safri (tengah) saat memimpin sesi belajar Al-Quran di Yogyakarta, 23 September 2018. Bagi Ustad Arif, merangkul waria adalah bagian dari tugasnya. REUTERS/Kanupriya Kapoor

16 Oktober 2018 00:00 WIB

Shinta Ratri, pengelola pesantren transgender Al-Fatah, dalam wawancara di Yogyakarta, 23 September 2018. Pesantren ini bermula dari pengajian rutin setiap minggu bagi komunitas transgender di Yogyakarta. REUTERS/Kanupriya Kapoor
Shinta Ratri, pengelola pesantren transgender Al-Fatah, dalam wawancara di Yogyakarta, 23 September 2018. Pesantren ini bermula dari pengajian rutin setiap minggu bagi komunitas transgender di Yogyakarta. REUTERS/Kanupriya Kapoor

16 Oktober 2018 00:00 WIB

Umar Said, ulama anggota kelompok Islamis garis keras yang menolak keberadaan pesantren Al-Fatah di Yogyakarta, 23 September 2018. Ia percaya transgender merupakan penyakit yang bisa disembuhkan melalui doa. REUTERS/Kanupriya Kapoor
Umar Said, ulama anggota kelompok Islamis garis keras yang menolak keberadaan pesantren Al-Fatah di Yogyakarta, 23 September 2018. Ia percaya transgender merupakan penyakit yang bisa disembuhkan melalui doa. REUTERS/Kanupriya Kapoor

16 Oktober 2018 00:00 WIB